Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berbagi pengalaman Indonesia berupaya mengeliminasi Tuberkulosis (TB) ketika menghadiri Stop TB Partnership (STP) Board Meeting ke-37 di Kota Brasilia, Brazil.
Indonesia, negara dengan beban tertinggi kedua TB secara global, telah melakukan upaya memberantas TB dan berhasil mencatatkan keberhasilan yang signifikan pada tahun lalu, yakni laporan atau notifikasi kasus tertinggi sepanjang sejarah TB di Indonesia.
“Indonesia sebelumnya hanya bisa mendeteksi kasus TB sebanyak 400-500 ribu, bahkan turun menjadi sekitar 300 ribu selama pandemi Covid-19. Namun pada tahun 2022, deteksi kasus berhasil naik menjadi 700 ribu dan 800 ribu kasus pada tahun 2023. Indonesia masih terus berkomitmen untuk meningkatkan jumlah kasus yang dilaporkan hingga menjadi 900 ribu dari 1 juta perkiraaan kasus TB pada tahun 2024. Indonesia juga berkomitmen menyediakan pengobatan TB yang lebih singkat, memperkuat kolaborasi dengan komunitas, serta melakukan inovasi pembiayaan untuk layanan TB,” kata Menkes Budi.
Menkes mengatakan, kerja keras, ketekunan, dan kemauan untuk belajar dan berkorban dapat membuktikan bahwa pemberantasan TB secara global bukanlah suatu kebetulan, melainkan kesuksesan masa depan yang dapat diraih bersama. Menkes menambahkan, eliminasi Tuberkulosis (TB) akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Menkes juga menjelaskan upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberantas TB. Upaya itu, di antaranya berkolaborasi dengan masyarakat dan kader kesehatan untuk menyaring 2,2 juta populasi berisiko tinggi TB.
“Kami melibatkan masyarakat untuk membentuk TB Army, sebuah komunitas terlatih bagi para penyintas TB yang membantu mendeteksi dan mengawasi pasien TB MDR (multidrug-resistant tuberculosis),” ujar Menkes Budi.
TB MDR adalah jenis tuberkulosis yang kebal terhadap dua obat antituberkulosis paling kuat. Artinya, obat-obatan tersebut sudah tidak mempan untuk membunuh bakteri TB dalam tubuh penderita.
Selanjutnya, Indonesia juga mendorong inovasi dalam diagnosis tuberkulosis dengan memproduksi lima alat deteksi TB berbasis PCR, yang dapat dimanfaatkan oleh 1.000 laboratorium PCR yang sudah ada di Indonesia.
“Kami juga mempercepat penerapan pengobatan presisi dengan mendirikan Inisiatif Ilmu Biomedis dan Genom (Biomedical & Genome Science Initiative/BGSi), yang mencakup pengurutan genom pada MDR sampel TB untuk meningkatkan surveilans,” kata Menkes Budi.
BGSi merupakan inisiatif nasional untuk mendorong pemanfaatan data genomik atau informasi genetik sehingga dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit secara tepat dan akurat.
Menkes menambahkan, Indonesia juga memastikan pengobatan TB dapat diakses oleh semua orang. Indonesia merupakan salah satu negara pertama di Asia yang meluncurkan BPaL dan BPaLM (bedaquiline, pretomanid, linezolid, dan moksifloksasin).
Pengobatan ini dikenal sebagai regimen oral jangka pendek untuk tuberkulosis resisten obat (TBC RO). Regimen ini membantu mempersingkat pengobatan jangka pendek TB RO menjadi enam bulan. Sebelumnya, pengobatan jangka pendek untuk pasien TB RO berdurasi 9–11 bulan dan menggunakan suntikan.
Selain itu, Indonesia mendukung penelitian operasional mengenai potensi regimen pengobatan yang lebih singkat untuk Tuberkulosis Sensitif Obat (TBC SO). Jika TB RO memerlukan pendekatan pengobatan yang lebih kompleks karena bakteri penyebab TB, Mycobacterium tuberculosis, resisten terhadap obat-obatan tertentu, TB SO dapat diobati dengan regimen standar. Namun, durasi pengobatan TB SO saat ini masih sekitar 6-9 bulan.
“Kami adalah salah satu negara pertama di dunia yang melaksanakan inisiatif percontohan untuk memberikan insentif puskesmas, memberikan pelayanan TB yang terstandar, meliputi diagnosis, pelaporan, dan kelengkapannya pengobatan kasus TB,” tambah Menkes.
Tidak hanya di tingkat nasional, komitmen Indonesia juga ditunjukkan dalam level global, yakni Indonesia memprakarsai Aliansi Negara-negara untuk Memerangi Tuberkulosis bersama Nigeria, Filipina, dan Polandia.
“Saya percaya bahwa dengan menyatukan kekuatan, kita bisa menang melawan tuberkulosis.” tegas Menkes Budi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik